Empat mahasiswi yang menyelesaikan Program Double Degree di Nanjing XiaoZhuang University

Esaunggul.ac.id, Jakarta Barat, Universitas Esa Unggul bekerjasama dengan Nanjing XiaoZhuang University mengadakan program Double Degree yakni suatau program yang menghasilkan mahasiswa yang mendapatka dua ijazah dan dua gelar. Program ini sendiri telah menghasilkan sejumlah lulusan yang menekuni berbagai bidang seperti Ekonomi, politik, sosial hingga teknik.

Baru-baru ini empat mahasiswi Esa Unggul telah menyelesaikan program double degree yang berlangsung selama kurang lebih 2 tahun. Empat mahasiswi berprestasi itu ialah Lulu Luciana, Fitriani Darwis, Irene Angleine dan Finni Irene. Empat sahabat yang berasal dari provinsi yang berbeda di Indonesia ini mengaku sangat tidak menyangka dapat belajar di luar negeri dan menempuh pendidikan di salah satu Univeritas terbaik Cina yakni Nanjing XiaoZhuang University.

“Setelah Lulus dari Nanjing XiaoZhuang University kami masih tidak menyangka bisa menyelesaikan kuliah di luar negeri. Bahkan saat menempuh pendidikan ke luar negeri saja sudah diluar ekspektasi kami,” tutur keempat Sahabat itu di Ruangan Program International Esa Unggul, Jakarta Barat, Jumat (21/07/2017).

Menurut mereka keberhasilan mereka saat ini menempuh pendidikan tidak terlepas dari dukungan dari keluarga dan dukungan orang terdekat mereka. Selain itu, ketekunan mereka dalam mencapai suatu tujuan membuat tekad mereka dalam mendapatkan beasiswa dan gelar double degree yang saat ini mereka raih semakin kuat.

“Yang terpenting sih konsitensi itu penting dalam meraih semua hal yang kita mau, jangan setengah-setengah. Beasiswa inikan kami raih bukan karena diberikan tapi kami mendapatkan melalui berbagai seleksi ketat.” ujar mereka.

Mereka berempat memang mendapatkan beasiswa program Double Degree yang di fasilitasi oleh Esa Unggul yang bekerjasama dengan Kemesristek Dikti dan Nanjing XiaoZhuang University. Program ini sendiri dimulai dengan pemberian beasiswa 100 persen oleh Universitas Esa Unggul kepada siswa berprestasi, kemudian mahasiswa/i yang dianggap berpotensi diajukan Esa Unggul kepada Kemeristek Dikti dan Nanjing XiaoZhuang University untuk mendapatkan kesempatan menjalani program Double degree.

Kesulitan Bahasa

Prosesi Wisuda Mahasiswi Esa Unggul

Prosesi Wisuda Mahasiswi Esa Unggul

Fitriani Darwis mahasiswi Akuntansi Esa Unggul asal Bulu Kumba yang menyelesaikan double degree di XiaoZhuang University sempat merasa kesulitan saat awal-awal datang dan menetap di Nanjing. Kesulitan ini dikarenakan, banyak orang Cina di Nanjing tidak mengerti aksen bahasa yang ia dan teman-temannya ucapkan.

“Awal-awal datang tuh sulit banget beradaptasi, lebih karena bahasa sih. Padahal kami belajar bahasa Cina namun aksen kami berbeda dengan mereka, jadinya mereka tidak mengerti bahasa kami makanya kalau belanja kami kesulitan untuk tawar menawar atau mau beli sesuatu,” kata Fitri.

Namun Fitri dan teman-teman akhirnya menemukan sebuah solusi untuk mengatasi kesulitan bahasa yakni berteman dengan orang Indonesia yang telah lama menetap di Nanjing. ” Untungnya kami menjalin komunikasi dengan orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Nanjing, namanya Tantri jadi kalau ada apa-apa kami selalu mengandalkan dia kalau kami ingin belanja ke pasar soalnya dia mengerti dan bisa bahasa Cina. tapi seiring berjalannya waktu kami mulai belanja sendiri,” terang Fitri.

Fitri pun mengungkapkan mahasiswa dan warga Nanjing Cina sangat baik kepada para pendatang dan sangat loyal kepada orang asing, khususnya orang Indonesia. “Bayangan awal mungkin, saya menganggap mereka tuh, pelit-pelit, seperti Image orang Cina di Indonesia. Namun semua itu tidak benar, di Nanjing, orang-orang di sana sangat baik dan loyal kepada orang Indonesia, jadi kesan tentang orang Cina itu pelit terpatahkan saat saya berkuliah di Nanjing,” ujarnya

Untuk lebih memudahkan beradaptasi Fitri memilih aktif di beberapa organisasi saat menempuh perkuliahan di Nanjing. Salah satunya yakni aktif mengikuti organisasi PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) cabang Nanjing. Dari keaktifan itu Fitri sempat menjabat menjadi Koordinator Kewirausahaan PPI Nanjing. Hasilnya dia banyak mendapatkan pengalaman tentang kewirasuhaan di Cina dan cara-cara Entrepreneurship.

“saya kebetulan aktif di koordinator bidang kewirausahaan PPI, jadi dari keaktifan itu saya jadi banyak link. Saya juga belajar bagaimana mereka (orang Cina) berwirausaha, jadi secara tidak langsung saya praktek lapangan tentang kewirausahaan sesuai dengan jurusan saya ambil yakni di bidang ekonomi yakni akuntansi,” terangnya.

Berbeda denga Fitri, Lulu Luciana Mahasiswi asal Lampung ini lebih memilih untuk fokus kepada pelajaran akademik perkuliahan, selain dikarenakan dia dituntut untuk meyelesaikan kuliah di Nanjing tepat waktu. Dia pun lebih banyak menghabiskan waktu dengan mengunjungi tempat-tempat wisata di Nanjing.
“Kalau berorganisasi di sana sih gak terlalu, tapi saya menghabiskan waktu dengan wisata. Soalnya kalau tempat-tempat wisata disana tuh rata-rata semuanya gratis, selain itu akomodasi di sana juga sangat mudah didapatkan,” ujar Lulu.

Lulu yang mendapatkan beasiswa 100 persen dari Universitas Xiaouzhuang University ini mengungkapkan kemudahan akomodasi ini terlihat dari akses transportasi yang tersedia di kota nanjing.

“Di Nanjing itu, transportasinya keren banget jadi kita tidak pusing-pusing mencari akomodasi apa yang kita perlukan untuk berpindah ke suatu tempat ke tempat lainnya. bahkan yang sampai sekarang bikin kangen itu transportasi sepedanya yang gratis, asik banget deh pokoknya,” tutur lulu penuh semangat.

Lebih Banyak Praktik Ketimbang Teori

Aktivitas Mahasiswi Esa Unggul

Aktivitas Mahasiswi Esa Unggul

Fini Irene mengungkapkan dirinya bersama teman-teman sangat menyadari perbedaan dari sistem pengajaran yang diterapkan di Cina. menurutnya perbedaan yang paling mencolok dari metode pengajaran yakni beban tugas dan praktik dalam perkuliah.

“Dari segi akademis perbedaan dari sisi metode pembelajaran, kita disana diajarkan untuk dapat mengeksplor tentang suatu tema misalnya akutansi mereka ingin kita mempersiapkan suatu pembahasan dan didiskusikan di kelas. Jadi kita langsung berdiskusi dan mencari solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi bukan hanya secara nasional, pembahasannya juga secara internasional, jadi lebih banyak Praktiknya ketimbang teori” ujarnya.

Mahasiswi yang pernah mewakili Jakarta di ajang lomba menyanyi tingkat nasional ini menambahkan setiap selesainya perkuliahan mahasiswa diberikan semacam Home work (Pekerjaan Rumah) yang nantinya membahas suatu kasus yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.

“Enaknya tuh, kita seusai kuliah dikasih beberapa form berupa case international, kemudian diajadikan homework, nanti kita akan bahas pada petemuan esoknya. Tapi tugas ini bukan menjadi beban bagi kita, malah kita diajarkan mencari solusi sehingga praktik langsung,” tutur Finni.

Bahkan dirinya pun sempat belajar pada mata kuliah yang memperkenalkan budaya dari masing-masing negara, saat itu ia bersama ketiga temannya berinisiatif memperkenalkan budaya Indonesia lewat Nasi Kuning. “Ada mata kuliah yang mengajarkan tentang pertukaran budaya, di mana kita dikasih kesempatan show case mengenalkan tari ataupun makanan, nah kita saat itu membuat nasi kuning tumpeng dan mereka (mahasiswa cina dan luar negeri) banyak yang suka,” katanya.

Keseruan lainnya yang didapatkan oleh empat mahasiswi itu ketika berkuliah di Nanjing diungkapkan oleh Irene Angleine, selama berkuliah di Nanjing dia menemukan banyak sekali hal unik diantaranya ialah aktivitas lansia di sana.

“Jadi selama disana kalau saya lagi jalan-jalan malam, banyak melihat nenek-nenek sama kakek-kakek yang lagi nari, gak tau sih lagi ngapain,” kata Irene.
Selain itu, hal menarik yang terdapat di Nanjing ialah keberadaan alat transportasi yang serba moderen. Jika di Indonesia Mass Rapid Transit (MRT) belum bisa dirasakan, diCina semua alat transportasi moderen sudah bisa dinikmati oleh seluruh masyarakatnya.

“Kalau disini MRT masih belum bisa dinikmati oleh masyarakat, kalau di nanjing kita sudah bisa mencoba MRT, bahkan kita juga bisa menjajal Kereta tercepat di dunia yang bisa mencapai 350 km perjam dan disana juga kita mencoba kereta magnet,” katanya.

Mahasiswi yang pernah meraih juara satu lomba Enterpreneur tingkat jabodetabek ini pun berharap program beasiswa yang diadakan oleh Esa Unggul terkait Double Degree ini dapat dilanjutkan ke jenjang S2. Dalam artian program ini seharusnya dapat kembali ada dan ditujukan untuk para peraih S2.

“Harapan ke depannya program Double Degree ini bukan hanya terhenti di jenjang S1 saja namun harus berlanjut ke program S2nya, semoga Esa Unggul bisa menjalin kerjasama program Double Degree S2 dengan Universitas lainnya,” tutup Irene.

 

Download Pengalaman Menarik Empat Mahasiswi Esa Unggul Selesaikan Double Degree di Cina as PDF